Monday, July 16, 2012

SI TANGGANG





Si Talang dan Si Deruma mempunyai seorang anak lelaki bernama Si Tanggang. Kehidupan mereka sekeluarga amatlah miskin. Si Tanggang selalu berkhayal untuk menjadi kaya dan terkenal.

Pada suatu hari, Si Tanggang terlihat sebuah kapal besar berlabuh di muara sungai yang berhampiran dengan rumahnya. Si Tanggang pergi berjumpa dengan Nakhoda kapal itu dan meminta untuk dijadikan anak kapalnya. Nakhoda kapal itu terus bersetuju kerana telah melihat kecekapan Si Tanggang bersampan dan bekerja.

Walaupun Si Talang dan Si Deruma amat keberatan untuk melepaskan Si Tanggang belayar mengikut kapal Nakhoda itu, mereka terpaksa mengalah. Si Tanggang berjanji akan kembali ke kampung setelah menjadi kaya.

Si Tanggang melakukan apa sahaja kerja yang diperintahkan oleh Nakhoda. Nakhoda amat suka dengannya kerana dia rajin bekerja. Lalu, Si Tanggang pun diambil sebagai anak angkat. Apabila Nakhoda menjadi uzur, maka Si Tanggang dilantik menjadi nakhoda baru. Dia dipanggil Nakhoda Tanggang.

Si Tanggang cekap dan pandai berniaga. Namanya menjadi terkenal. Oleh itu dia dijemput oleh Sultan ke istana. Tidak lama kemudian, Si Tanggang pun berkahwin dengan puteri Sultan. Si Tanggang membawa isterinya berlayar ke banyak tempat di merata negeri.

Pada suatu hari, kapal Si Tanggang berlabuh di muara sungai kampung asal-usulnya. Orang kampung mengetahui nakhoda kapal itu Si Tanggang. Mereka pun memberitahu kepada orang tuanya.

“ Anak kita sudah pulang. Marilah kita pergi tengok” kata Si Talang.

“ Ya, aku rindukan Si Tanggang. Khabarnya dia sudah kaya sekarang, “ kata Deruma dengan gembira.

Si Talang dan Si Deruma pun pergilah berkayuh sampan menuju ke kapal Nakhoda Tanggang. Si Deruma membawa makanan kegemaran Si Tanggang, iaitu pisang salai.

Apabila tiba di kapal, seorang anak kapal melarang mereka naik. Seketika kemudian, Si Tanggang muncul dengan isterinya.



“ Siapakah kedua-dua orang tua ini?” tanya Si Tanggang kepada anak kapalnya.

“ Mereka mengaku sebagai ibu bapa tuan,” jawab anak kapal itu.

“ Betulkah mereka ini ibu bapa kanda ?” tanya isteri Si Tanggang.

Si Tanggang berasa malu untuk mengaku orang tua itu ibu bapanya. Kesusahan dan kemiskinan membuat Si Talang dan Si Deruma kelihatan begitu uzur dan daif sekali.

“ Ibu bapa kanda? Oh, tidak! Kanda tidak mempunyai ibu bapa lagi. Mereka bukan ibu bapa kanda. Jangan benarkan kedua pengemis ini naik ke kapal !” herdik Si Tanggang. Mukanya merah padam kerana malu dan marah.

“ Oh, anakku, Si Tanggang! Aku ibumu. Ibu ada bawakan pisang salai kegemaranmu, nak “ kata Si Deruma.

“ Pergi! “ tengking Si Tanggang. Dia memukul jari ibunya yang bergayut pada bahagian tepi kapal. Pisang salai yang dibawa ibunya, dibuang ke laut.

Si Talang dan Si Deruma berasa terlalu sedih dan kecewa. Sungguh tidak disangka anak kesayangan mereka telah berubah. Mereka pun berdayung ke tepi.

Apabila tiba di daratan, Si Deruma memandang ke langit. Sambil mengangkat kedua-dua belah tangan dia berseru “ Oh, Tuhan! Tunjukkanlah kepada Si Tanggang bahawa akulah ibu kandungnya.”

Tiba-tiba petir berdentum. Angin bertiup kencang. Kapal yang sedang berlabuh itu terumbang-ambing. Ketika itulah, Si Tanggang berasa kesal. Dia sedar Tuhan telah memperkenankan doa ibunya. Dia akan menerima balasannya kerana telah menderhaka.

“ Oh, ibu! Ampunkanlah Tanggang. Tanggang mengaku, Tanggang anak ibu!' teriak Si Tanggang.

Akan tetapi, Si Tanggang sudah terlambat. Gelombang yang kuat memecahkan kapalnya. Apabila ribut reda, kapal Si Tanggang menjadi batu. Semua anak kapal juga bertukar menjadi batu. Si Tanggang dan isterinya turut menjadi batu.



CERITA 16


Si Buta Dan Si Bungkung

Di suatu kampung tinggallah dua orang pemuda sebaya. Mereka bersahabat akrab sekali. Kemana pun mereka pergi selalu bersama. Boleh dikata tidak pernah terjadi pertengkaran di antara mereka. Jika yang seorang sedang marah, yang seorang lagi berdiam diri atau membujuk sehingga kemarahannya reda. Begitu juga jika ada kesulitan, selalu mereka atasi bersama.Pada dasarnya, mereka memang saling membutuhkan karena keadaan tubuh mereka mengharuskan demikian. Pemuda yang satu bertubuh kekar, tetapi buta matanya; pemuda yang lain dapat melihat, tetapi bungkuk tubuhnya. Oleh karena itu, orang menyebut mereka si Buta dan si Bungkuk.Si Buta sangat baik hatinya. Tidak sedikit pun is curiga kepada temannya, si Bungkuk. Ia percaya penuh kepada temannya itu, walaupun si Bungkuk sering menipu dirinya. Kejadian itu selalu berulang setiap mereka menghadiri selamatan. Si Buta selalu duduk berdampingan dengan si Bungkuk. Pada saat makan, si Buta selalu mengeluh.

“Pemilik rumah ini kikir sekali!” bisiknya kepada si Bungkuk agar jangan didengar orang lain. “Tak ada secuil pun ikan, kecuali sayur labu.”

Si Bungkuk hanya tersenyum karena keluhan temannya itu akibat ulahnya. Secara diam-diam ia memotong daging ayam yang cukup besar di piring si Buta dan ditukar dengan sayur labu. Akibatnya, piring gulai si Buta hanya berisi sayur labu.

Si Bungkuk merasa bahagia bersahabat dengan si Buta. Setiap ada kesempatan, ia dapat memanfaatkan kebutaan mata temannya untuk kepentingan sendiri. Si Buta yang tidak mengetahui kelicikan si Bungkuk juga merasa senang bersahabat dengan temannya itu. Setiap saat si Bungkuk dapat menjadi matanya.

Pada suatu hari, si Bungkuk mengajak si Buta pergi berburu rusa. Tidak jauh dari kampung mereka ada hutan lebat. Bermacam-macam margasatwa hidup di sana seperti burung, siamang, binatang melata, dan rusa.

Konon, pada waktu itu belum ada pemburu menggunakan senapan untuk membunuh hewan buruan. Penduduk yang ingin mendapatkan rusa atau binatang lain biasanya menggunakan jerat yang diseebut jipah (faring). Kadang mereka berburu menggunakan anjing pelacak dan tombak. Cara ini akan dipakai si Bungkuk dan si Buta untuk berburu.

“Kalau kita dapat membunuh seekor rusa, hasilnya kita bagi dua sama rata,” ujar si Bungkuk.

Tentu saja si Buta sangat gembira mendengar hal itu. itua segera menuntun anjing pelacak yang tajam India penciumannya, sedangkan si Bungkuk siap dengan tombak di tangan kanannya. Mereka berdua mengikuti arah yang ditunjukkan anjing pelacak itu.

Rupanya hari itu mereka bernasib balk. Seekor rusa jantan yang cukup besar berhasil mereka tombak. Tanduknya bercabang-cabang indah dan layak dijadikan hiasan dinding.

Si Bungkuk segera membagi rusa hasil buruan itu menjadi dua bagian. Akan tetapi, dengan segala kelicikannya, si Buta hanya mendapat tulang-tulang. Daging dan lemak rusa diambil si Bungkuk.

“Karena daging rusa sudah dibagi, kita masak sendiri sesuai selera kita,” kata si Bungkuk.

Si Buta menurut saja karena pikirnya memang demikian seharusnya. Padahal dengan cara itu, si Bungkuk bermaksud agar daging yang dimilikinya jangan secuil pun dimakan si Buta.

Walaupun si Buta tidak dapat melihat, kemampuannya memasak gulai tidak diragukan sedikit pun. Terbit air liur si Bungkuk mencium bau masakan si Buta. Si Bungkuk tidak pandai memasak.



Akhirnya, si Bungkuk dan si Buta menghadapi masakan rusa yang telah mereka masak dan siap menyantapnya.

“Sedaap!” kata si Bungkuk sambil memasukkan potongan daging yang besar ke dalam mulutnya.

“Nikmat!” kata si Buta sambil mengambil sepotong tulang yang besar dari piring dan menggigitnya. Si Buta bersungut-sungut karena yang digigit, ternyata tulang semua.

“Sayang,” katanya, “rusa begitu besar, tetapi tak punya daging! Besok kita berburu lagi, tetapi rusa itu harus gemuk dan banyak dagingnya.”

Si Bungkuk tersenyum mendengar perkataan si Buta. Si Buta merasa sayang jika tulang-tulang rusa yang telah dimasaknya dengan susah payah tidak dimakan. Oleh karena itu, is mencoba menggigit tulang itu lagi. Akan tetapi, tulang itu sangat keras sehingga tetap tidak tergigit.

Hal itu membuat si Buta semakin penasaran. la mengerahkan segenap tenaga dan menggigit tulang itu sekuat-kuatnya hingga bola matanya hendak keluar dari lubang mata.

Tuhan sudah menakdirkan rupanya. Keajaiban pun terjadi. Mata si Buta tidak buta lagi.

“Aku bisa melihat!” teriaknya kegirangan. Si Buta menatap sekelilingnya. Ketika is melihat tulang-tulang rusa di piringnya dan di piring si Bungkuk daging yang empuk, bukan main marahnya.

“Sekarang, terbukalah topeng kebusukanmu selama ini!” katanya.

Si Buta memungut tulang rusa paling besar, lalu si Bungkuk dipukul dengan tulang itu. Jeritan si Bungkuk meminta ampun tidak dihiraukannya sama sekali. Seluruh tubuh si Bungkuk babak belur. Seperti si Buta, keanehan pun terjadi pada si Bungkuk. Ketika la bangkit, ternyata punggungnya menjadi lurus seperti orang sehat. “Aku tidak bungkuk lagi! Aku tidak bungkuk lagi!” teriak si Bungkuk.

Mereka berdua menari sambil berpeluk-pelukan dan bermaaf-maafan. Persahabatan mereka pun semakin akrab.


CERITA 15



Kisah Enam Orang Buta Melihat Gajah (Cerita Rakyat India)





Dahulu kala hiduplah enam orang buta. Mereka sering mendengar tentang gajah. Namun karena mereka semua belum pernah melihatnya, mereka ingin sekali tahu seperti apa gajah itu. Maka mereka beramai-ramai pergi melihat gajah.



Orang buta pertama mendekati gajah. Ia tersandung dan ketika terjatuh, ia menabrak sisi tubuh gajah yang kokoh. “Oh, sekarang aku tahu!” katanya, “Gajah itu seperti tembok.”

Orang buta kedua meraba gading gajah. “Mari kita lihat...,” katanya, “Gajah ini bulat, licin dan tajam. Jelaslah gajah lebih mirip sebuah tombak.”



Yang ketiga kebetulan memegang belalai gajah yang bergerak menggeliat-geliat. “Kalian salah!” jeritnya, “Gajah ini seperti ular!”



Berikutnya, orang buta keempat melompat penuh semangat dan jatuh menimpa lutut gajah. “Ah!” katanya, “Bagaimana kalian ini, sudah jelas binatang ini mirip sebatang pohon.”



Yang kelima memegang telinga gajah. “Kipas!” teriaknya, “Bahkan orang yang paling buta pun tahu, gajah itu mirip kipas.”



Orang buta keenam, segera mendekati sang gajah, ia menggapai dan memegang ekor gajah yang berayun-ayun. “Aku tahu, kalian semua salah.” Katanya. Gajah mirip dengan tali.”



Demikianlah keenam orang buta itu bertengkar. Masing-masing tidak mau mengalah. Semua teguh dengan pendapatnya sendiri, yang sebagian benar, namun semuanya salah. Mereka semua hanya meraba bagian tubuh gajah yang berlainan, mereka tidak melihat keseluruhan hewan gajah itu sendiri.

CERITA 14


Katak, Ular dan Kepiting (Cerita Rakyat India)



Seekor katak tinggal di dekat lubang ular. Tiap kali telur-telurnya menetas menjadi kecebong, sebelum kecebong-kecebong itu menyusut ekornya, ular tetangga mereka selalu datang dan memakan mereka. Katak sangat sedih karena kehilangan anak-anaknya. Ia pergi kepada kepiting dan menceritakan masalahnya. Kepiting baik hati, ia berjanji akan memikirkan suatu cara agar mereka dapat menyingkirkan ular.

Pada suatu hari kepiting datang ke rumah katak dan berkata, “Lihatlah, di sana tinggal musang yang sama kejamnya dengan ular. Sekarang, tangkaplah ikan-ikan kecil di sungai. Letakkan ikan-ikan itu membentuk garis dari sarang musang ke lubang ular. Musang rakus itu akan memakan ikannya satu per satu hingga sampai ke lubang ular. Mungkin ia akan mengira ular itu ikan dan memakannya juga.”

Katak mengucapkan terima kasih kepada kepiting dan melakukan apa yang disuruhnya. Rencana berhasil dan katak tidur dengan lelap malam itu karena tahu anak-anaknya aman dari bahaya.

Sementara itu musang sudah merasa lapar lagi. Ia ingat pada pesta ikan dan segera pergi ke tempat ia menemukan ikan itu. Tanpa sengaja ia menginjak rumah katak dan menemukan katak dan anak-anaknya. Ia memakan bukan hanya makan kecebong-kecebong, namun induknya juga.

CERITA 13


MAT JENIN

Syahadan, maka tersebutlah kisah seorang pemuda yatim piatu yang dikenali sebagaiMat Jenin. Pemuda itu hidup sebatang kara di sebuah desa di gerubuk peninggalan ibubapanya. Gerubuk itu teramatlah daifnya dengan dindingnya yang senget dan atap rumah yang bocor apabila hujan turun dengan lebatnya. Akan tetapi semua itu tidaklah dipedulikan oleh Mat Jenin kerana dia amat malas membuat kerja. Malah untuk membaiki gerubuk pusaka itu pun tidak di pedulikannya. kerjanya pula sehari-harian hanyalah memasang angan-angan. Maka mashyurlah seluruh daerah itu tentang tabiat dan perangainya itu menjadi buah mulut orang. Akan apabila Mat Jenin berasa lapar, pergilah ia ke kedai makan dan duduk menunggu di situ kalau-kalau ada orang yang baik hati yang akan menanggung makan-minumnya. Maka kalau ada sesiapa yang ingin berseronok, segeralah dia menegur Mat Jenin bertanyakan angan-angannya yang terbaru. Mat Jenin pun bersegeralah menceritakan angan-angannya itu tanpa bertangguh lagi apatah lagi jika yang menegur itu pula menyuruh dia meminta apa-apa makanan yang diingini. Maka Mat Jenin akan bercerita sehingga sehari suntuk tidaklah dia mahu berhenti. Apabila kerbau sudahpun balik ke kandang, ayam dan itik pulang ke sarang, api menyala di dian, barulah dia balik ke gerubuk buruknya itu untuk tidur. Angin ribut yang bertiup pun tidak dibimbangnya, malah jikalau gerubuk buruknya bergegar dipukul angin, dia hanyalah menarik kain selimutnya dengan lebih rapat lagi sambil berangan-angan Katanya jikalaulah roboh gerubuk itu, tentulah jiran-jiran sekeliling akan membantu dia membina rumah baru. Jadi tidaklah lagi dia perlu bersusah-payah membaiki teratak buruk itu. Akan begitulah kerja Mat Jenin itu sehari-hariani. Jika apabila tidak ada orang yang hendak membayar makan-minumnya barulah dia mencari kerja. Tetapi kerja yang dibuatnya pula dipilih-pilih, tidaklah dia ingin membanting tulang di sawah padi kerana panas, ataupun pergi menangkap ikan kerana mabuk katanya. Oleh itu apa yang sanggup dilakukan oleh Mat Jenin hanyalah memanjat pokok kelapa, kerana menurutnya kerja itu teduh dan berangin pula. Itupun Mat Jenin hanyalah mengambil upah memanjat pokok kelapa apabila dia memerlukan duit belanja.

Tersebutlah pada suatu hari nasib Mat Jenin tidak begitu baik kerana tidak ada orang yang ingin membayar makan-minumnya. Maka terpaksalah dia mencari-cari sesiapa yang ingin mengupahnya memanjat pokok kelapa. Tetapi lebih malang lagi nasibnya itu, pada hari itu dia tidak berjumpa dengan sesiapa pun yang memerlukan kelapanya dipetik. Maka terpaksalah dia merayau-rayau sekeliling kampung dalam keadaan kelaparan. Sedang dia duduk berfikir-fikir seorang diri tentang apa yang perlu dilakukannya maka nampaklah olehnya seorang nenek tua sedang mendongak-dongak ke atas melihat-lihat buah kelapa.

"Nenek nak kelapa? Saya boleh tolong panjatkan." sapa Mat Jenin Nenek itu berpaling ke arah Mat Jenin

"Memang nenek mencari buah kelapa untuk memasak. Boleh ke cucu tolong petikkan untuk nenek?"

"Sudah tentu boleh nenek. tetapi apa yang nenek boleh berikan kepada cucu sekiranya cucu tolong petikkan buah kelapa nenek?" tanya Mat Jenin.

Jawab nenek tua itu, "Nenek tak ada banyak benda nak nenek beri. Tetapi kalau cucu sanggup petikkan buah kelapa ini untuk nenek, bolehlah cucu makan sekali dengan nenek. Lagipun nenek boleh berikan beberapa biji telur ayam untuk cucu."

"Saya nak buat apa telur ayam tu." kata Mat Jenin.

"Telur ayam ini kalau cucu eramkan, nanti akan menetas. Bolehlah cucu membela ayam,"jawab nenek itu lagi. Mat Jenin duduk berfikir sejenak di dalam hatinya, kalau telur itu menetas sudah tentu aku akan dapat membela ayam untuk aku jual.

" Baiklah nenek, sangguplah saya memanjat kelapa ini untuk nenek." Setelah berkata demikian, maka Mat Jenin pun mulalah memanjat pokok kelapa itu. Ketika mula hendak memanjat itu, dia asyik berfikir tentang kata-kata nenek itu maka hatinya bertambah girang.

"Kalau aku eramkan telur-telur itu tentulah telur-telur itu menetas. Bolehlah aku biarkan ayam-ayam itu sekeliling gerubuk aku sehingga besar. Apabila sudah besar bolehlah aku makan." Setelah berfikir demikian, dia pun berpaling kepada nenek itu dan berkata, "Kalau telur-telur itu menetas bolehlah saya makan ayamkan, nenek?" Nenek tua itu kehairanan tetapi terus sahaja menjawab "Betul cu." Sambil Mat Jenin berangan-angan, dia terus memanjat pokok kelapa itu semakin tinggi.

"Tetapi kalau aku biarkan ayam-ayam itu bertelur tentulah semakin banyak ayam-ayamaku membiak. Jadi tentunya aku akan dapat banyak daging dan telur untuk aku makan.Tetapi kalau terlalu banyak tentu susah aku menjaganya. Jadi baik aku tukarkan ayam-ayam itu dengan kambing tentu lebih beruntung. Bolehlah aku biarkan kambing-kambing itu mencari makan di keliling gerubuk aku. Tak perlu aku bersusah payah memanjat pokok kelapa lagi. Dan lagi tidak perlulah aku risau-risaukan menjaga ayam-ayam itu banyak-banyak." fikirnya lagi. Setelah berfikir demikian, dia pun berpaling kepada nenek itu dan berkata "Kalau ayam-ayam itu saya jual bolehlah saya dapatkan kambing, kan nenek?" Nenek tua itu berasa geli hati mendengarkan kata-kata Mat Jenin itu tetapi dia terus menjawab "Betul tu cu." Mat Jenin memanjat semakin tinggi, sambil itu dia berangan-angan semakin tinggi,"Kalau aku sudah banyak kambing, aku akan tukarkan dengan lembu pula. Lagipun lembu itu lebih gemuk dan banyak dagingnya. Tentu aku bertambah kaya dan dihormati orang." Sekali lagi dia menoleh ke bawah melihat nenek itu, "Kalau saya tukarkankambing itu dengan lembu tentu lagi baik, kan nenek?" dia menjerit ke bawah. Nenek itu terus menjawab "Betul tu cu.." sambil tersenyum-senyum, menampakkan gusinya yang tidak bergigi itu. Nasib baik Mat Jenin sudah jauh di atas pokok kelapa dan tidak nampak nenek itu mentertawakan dia. Mat Jenin semakin kuat berangan-angan, "Kalau aku sudah dapat membela lembu, tentu aku dapat mengupah orang untuk menjaga lembu-lembu itu sehingga beranak pinak. Jadi aku akan dapat lebih banyak lembu, aku akan jadi kaya. Tak perlulah aku susah payah berkerja lagi . Bolehlah aku membela kerbau pula nanti." Sekali lagi dia memekik ke bawah, "Nenek! kalau saya sudah banyak lembu bolehlah saya tukarkan dengan kerbau pula ye, nenek. Kayalah saya masa itu." Sekali lagi nenek itu menjawap, "Betul tu cu." "Kalau cu sudah kaya bolehlah cucu berkahwin." tambahnya lagi. Mat Jenin mengangguk-anggukkan kepalanya, "Kawin!" Dia terus memanjat semakin tinggi meninggalkan nenek itu sayup-sayup di bawah sana.

Ya!Ya! Kalau selama ini tidak ada perempuan yang ingin memandang mukanya kerana kemiskinannya, tentu akan berebut-rebutlah perempuan yang gilakannya setelah dia kaya nanti. Tetapi, masa itu dia tidak akan melayan perempuan- perempuan itu. Dia sudah pun kaya dan tentu dia dapat memilih siapa calon isterinya nanti. Ya! Ya! dia sudah tentu memilih isterinya dari perempuan-perempuan yang istimewa. Dia akan memilih puteri raja. "Nenek! Saya akan kahwin dengan puteri raja." jeritnya ke bawah. Jawapan nenek itu hanya sayup-sayup, tidak didengarinya kerana dia sudah pun tinggi di atas pokok kelapa. "Tentu aku akan mempunyai ramai anak." fikirnya lagi sambil tersenyum- senyum. "Dan mereka akan berlari-lari membuat bising. Isteri aku tentu akan mengidamkan perhiasan emas dan meminta dari aku. tetapi aku tidak akan beri. Kalau dia membuat bising, tentu aku akan tampar dia seperti ini." Serentak dengan itu Mat Jenin melepaskan pelukannya dan menampar pelepah kelapa itu sambil menengking "Jangan nak mengada mintak barang kemas dari aku.", dan ketika itu bertempiaranlah seekor tupai yang sedang menyorok di celah pelepah kelapa itu, mengejutkan Mat Jenin dari angan-angannya itu. Mat Jenin terkejut besar sehinggakan terlepaslah pegangannya dari pokok kelapa itu.Maka jatuhlah dia dari pokok kelapa itu sampai ke bawah, berdebuk seperti buah kelapa tua yang luruh bunyinya. Terkejutlah nenek tua itu melihatkan Mat Jenin terjatuh dan bersegeralah dia meluru untuk memberikan pertolongan Malangnya MatJenin telah mati di situ juga. Maka dengan itu tamatlah riwayat Mat Jenin yang terlampau suka berangan-angan sehinggakan menjadi mangsa angan-angannya itu sendiri. Demikianlah diceritakan orang kisah Mat Jenin yang malang.



Pengajaran yang didapati ialah:

1.Jangan berangan-angan

2.Buat kerja dengan bersunggug-sungguh

3.Jangan lalai ketika membuat sesuatu pekerjaan.

CERITA 12 (DARI NEGERI CHINA)


PENA AJAIB

Tersebutlah sebuah cerita dongeng, kononnya di negara China pada zaman dahulu ada seorang budak yang memiliki sebatang pena ajaib. Keluarganya sangat miskin. Ibu bapanya bekerja sebagai petani menanam padi. Tanah yang mereka usahakan untuk menanam padi itu sempit sahaja. Tanaman mereka pula kadang-kadang mengeluarkan hasil yang sedikit. Adakalanya, tanaman mereka musnah akibat banjir. Namun demikian, mereka tetap tabah menghadapi kesusahan hidup. Pada suatu ketika, musim banjir berlaku lagi. Tanaman mereka habis musnah. Meskipun mereka berasa sangat sedih, namun mereka tetap tabahkan hati. Mereka menganggap kejadian itu sebagai takdir daripada Tuhan untuk menguji hidup mereka. Budak itu turut bersedih atas nasib yang dialami oleh ibu bapanya. Pada sebelah petangnya, dia pergi ke ladang itu. Dia ingin cuba mencari, kalau-kalau masih ada padi yang belum rosak. Dia cuba mencari. Alangkah gembira hatinya kerana menemui beberapa tangkai padi yang belum rosak. Tanpa berlengah lagi, dia segera mengambilnya dan membawanya pulang.



"Ibu bapaku tentu gembira kerana padi ini boleh disimpan. Padi ini boleh dijadikan benih," katanya dalam hati. Di pertengahan jalan, dia terjumpa seorang lelaki tua. Pakaian lelaki tua itu bercompang-camping. "Orang tua ini tentu sangat miskin," fikirnya dalam hati. "Tolonglah aku!" orang tua itu merayu. "Apakah yang boleh saya tolong?" dia bertanya kepada orang tua itu. "Aku sangat lapar. Sudah beberapa hari aku tidak makan," kata orang tua itu. "Tetapi saya tidak mempunyai makanan," dia memberitahu orang tua itu. Namun demikian, lelaki tua itu berkata, "Bukankah engkau sedang membawa beberapa tangkai padi?" "Ya, tetapi saya hendak jadikan padi ini sebagai benih!" dia memberitahu hasratnya. Lelaki tua terus berkata lagi, "Berikanlah kepadaku. Padi itu boleh kutanak menjadi nasi." Budak itu berasa kasihan kepada orang tua tersebut. "Baiklah, kalau begitu!" dia terus memberikan padi itu kepada orang tua tersebut. Orang tua itu mengucapkan terima kasih dan terus pergi dari situ. Selang beberapa lama kemudian, datanglah beberapa orang pengawal raja ke rumah budak itu. Pengawal itu memberitahu kepada ibu bapanya, "Besok sediakan padi sebanyak sepuluh guni. Ini adalah perintah daripada raja. Jikalau kamu ingkar, kamu akan dijatuhi hukuman pancung." Takutlah mereka mendengar amaran itu. Mereka tahu raja di negeri itu sangat zalim. Sesiapa yang tidak taat kepada perintahnya akan dihukum mati. "Tolonglah kami!" bapa budak itu cuba merayu. "Sekarang musim banjir. Tanaman tidak menjadi. Kami tidak mampu menyediakan padi sebanyak itu," bapanya cuba merayu lagi. Namun pengawal itu berkata dengan keras, "Kami tidak peduli. Kamu mesti patuh kepada perintah raja." Para pengawal itu terus pergi. Sedihlah hati budak itu. Namun mereka tidak dapat berbuat apa-apa lagi. "Matilah kita sekeluarga kali ini!" kata bapanya. Malam itu, mereka tidak tidur. Mereka menunggu kedatangan para pengawal untuk menangkap mereka pada waktu pagi. Tetapi pada pagi itu, sebelum para pengawal itu tiba, datang orang tua miskin dahulu ke rumah mereka. "Wahai budak yang sangat baik hati! Dahulu, kamu pernah menolongku sewaktu aku dalam kesusahan. Sekarang giliranku pula untuk menolongmu. Ambillah pena ajaib ini! Aku hadiahkan kepadamu sebagai balasan atas budi baikmu dahulu," kata orang tua itu.Lukislah apa sahaja yang kamu mahu," kata orang tua lagi. Sebaik-baik sahaja selepas berkata demikian, orang tua itu pun terus pergi dari situ. Termenunglah budak itu memikirkan peristiwa itu. Ibu bapanya turut berasa hairan. Benarkah pena ini ajaib?" bapanya bertanya. "Entahlah!" kata budak itu. "Kalau begitu, mengapakah kamu tidak cuba lukiskan sesuatu?" ibunya pula mencelah. Budak itu pun segera mengambil beberapa helai kertas. "Saya lapar. Saya teringin makan daging itik," dia cuba melukiskan gambar seekor itik. "Bapa mahu makan buah limau. Cuba kamu lukiskan sebiji limau," ujar bapa."Ibu pula mahukan sepasang pakaian baharu," ibunya memberitahu dengan perasaan malu-malu.Budak itu melukiskan gambar buah limau dan sepasang pakaian pula. Terkejutlah mereka kerana lukisan itu tiba-tiba sahaja betul-betul bertukar menjadi seekor itik, sebiji limau, dan sepasang pakaian. "Wah, betul-betul ajaib!" kata mereka dengan perasaan gembira. Tidak lama selepas itu, datang para pengawal raja ke rumah mereka. "Sudahkah kamu sediakan sepuluh guni padi?" pengawal itu bersuara keras. "Belum!" jawab bapa budak itu dengan ketakutan. "Sekarang aku akan pancung kepala kamu!" kata pengawal itu lagi. "Tunggu dulu!" budak itu segera menyampuk."Tunggu apa lagi?" pengawal itu benar-benar berasa marah.”Aku akan sediakan sepuluh guni beras yang kamu minta itu," ujar budak itu lagi. Tanpa berlengah lagi, budak itupun segera melukiskan sepuluh guni beras. Pengawal itu semakin marah, "Kamu fikir aku ini bodoh? Apa aku boleh buat dengan sepuluh guni beras dalam kertas lukisan ini? Kamu pun harus kupancung juga." Tetapi lukisan itu kemudiannya betul-betul bertukar menjadi sepuluh guni beras. Terkejutlah para pengawal itu menyaksikan peristiwa tersebut. "Wah, pena kamu ini betul-betul ajaib!" kata pengawal itu. Tanpa berlengah lagi, para pengawal itu segera memunggah semua guni beras tersebut. Mereka lalu cepat-cepat pulang ke istana. Mereka memberitahu peristiwa ajaib itu kepada raja. Tercenganglah raja apabila mendengar berita itu. "Sekarang kamu pergi ke sana semula. Perintahkan budak itu supaya lukiskan seratus guni padi pula untuk beta," titah raja itu. Para pengawal itu pun segera menunaikan titah tersebut. "Sekarang raja perintahkan kamu supaya lukiskan seratus guni padi pula. Jika tidak, kamu akan dipancung," pengawal itu mengarahkan demikian.Tidak lama kemudian, mereka membawa pulang seratus guni padi kepada raja. Tercenganglah raja apabila melihat seratus guni padi itu. Barulah baginda benar-benar percaya bahawa pena yang dimiliki oleh budak itu adalah pena ajaib. Semenjak itu, bahagialah hidup budak itu bersama-sama dengan ibu bapanya. Dengan adanya pena ajaib itu, mereka dapat memiliki apa sahaja yang mereka mahu. Malah, budak itu tidak lupa untuk menolong penduduk kampungnya yang hidup miskin. Budak itu melukiskan pelbagai jenis makanan dan haiwan ternakan untuk penduduk kampung. Setiap hari, berduyun-duyunlah penduduk kampung datang meminta pertolongan daripada budak itu. Tidak berapa lama kemudian, raja menitahkan budak itu datang ke istananya. "Beta ingin menyerang sebuah negeri lain. Lukiskan untuk beta seratus ribu orang tentera, seratus ribu senjata, dan seratus ribu ekor kuda," titah raja.Baiklah, tuanku!" kata budak itu. "Tetapi patik minta tempoh selama sepuluh hari," kata budak itu lagi. "Mengapakah masanya begitu lama?" raja itu bertanya dengan perasaan marah. "Jumlah tentera, senjata, dan kuda itu sangat banyak. Patik tidak boleh menyiapkan lukisannya dalam masa satu hari," jawab budak itu. "Baiklah, kalau begitu!" raja itu bersetuju. Budak itu pun segera pulang ke rumahnya. Dia memberitahu hal itu kepada ibu bapanya. "Lukiskanlah semua gambar itu. Kalau tidak, kita akan mati dipancung oleh raja," kata bapanya. Tetapi budak itu tidak mahu berbuat demikian. "Mengapa pula kamu enggan melukiskannya?" tanya bapanya. "Ramai orang akan mati, kalau diserang oleh raja itu," jawab budak itu."Kalau begitu, apakah yang harus kita lakukan?" ibunya berasa sangat takut. "Ya, kita tentu akan mati dipancung oleh raja!" ujar bapanya lagi. "Kita harus lari dari sini!" jawab budak itu. "Bagaimanakah caranya kita hendak melarikan diri?" tanya bapanya. Tanpa berlengah lagi, budak itu pun segera melukiskan gambar sebuah kapal dan laut. Apabila sudah siap dilukis, di hadapan mereka betul-betul terdapat sebuah kapal dan laut. Mereka segera menaiki kapal itu dan terus melarikan diri dari negeri itu. Mereka terselamat daripada raja yang zalim itu. "Budak itu sudah melarikan diri!" para pengawal memberitahu raja. Raja itu tersangat marah. Tetapi baginda tidak dapat berbuat apa-apa. Baginda tidak tahu ke manakah budak itu bersama-sama ibu bapanya melarikan diri.

CERITA 11


Bawang Putih Bawang Merah

Sejak ketiadaan ayah dan ibu kandungnya,Bawang Putih tinggal bersama ibu tirinya, Mak Kundur dan adik tirinya Bawang Merah.Mereka sangat benci akan Bawang Putih.Dia sering dimarahi dan dipukul.

Pada suatu malam,Bawang Putih bermimpi bertemu ibunya.Ibunya menyuruhnya masuk ke hutan dan mencari pohon beringin rendang.”Pergilah hiburkan hatimu dan bersabarlah,suatu hari nanti kau akan mendapat kebahagiaan.”

Keesokan harinya,Bawang Putih segera menyiapkan kerja-kerja rumah.Setelah ibu tirinya pergi bekerja dan adik tirinya masih tidur,Bawang Putih pun masuk ke hutan.Dia mencari pohon beringin rendang itu.

Setelah puas mencari,dia pun sampai ke situ.Dia terpandan sebuah buaian yang tergantun di pohon beringin.Tempat tersebut seakan-akan sebuah taman tempat puteri kayangan turun ke bumi untuk bermain-main.

Ketika dia duduk di atas buaian itu,tiba-tiba buaian itu berayun dengan sendiri.Semakin lama semakin laju.Dia dapat melihat bunga-bunga yang mengelilingi pohon beringin itu turut bergoyang-goyang.Hatinya terasa sungguh terhibur.



Tiba-tiba Bawang Putih teringatkan Mak Kundur.Ibu tirinya pasti akan memarihanya bila pulang dan mendapati dirinya tiada di rumah.Namun Bawang Putih tidak tahu bagaimana hendak memberhntikan buaian itu.Bawang putih lalu berkata kepada buaian itu,”Wahai buaian,tolonglah berhenti,akuingin pulang ke rumah.”Tiba-tiba buaian itu pun berhenti dengan sendirina.Pokok-pokok bunga juga turut berhenti bergoyang.

Pada sutu hari Bawang Putih bermaian buaian seperti biasa.Tanpa disedarinya seorng putera raja sedang memerhatinya.Baginda tertarik melihat bagaimana buaian itu boleh berayun sendiri bila Bawang Putih menaikinya.

Ketika Bawang Putih hendak pulang baginda menyuruh penirinya mengekorinya.Setelah tahu di mana Bawang Puth tinggal,baginda pergi ke rumah tersebut,Ketika itu Mak Kundur dan Bawang Merah berada di halaman rumah.”Di manakah anak makcik yang seorang lagi?”Tanya baginda.Mak Kundur menyangka baginda adalah orang kaya.”Makcik mana ada anak yang lain.Bawang Merah inilah satu-satunya anak makcik,” kata Mak Kundur.

Baginda menceritakan tentang gadis yang dilihatnya bermain buain di hutan.”Bawang Merah inilah yang bermain buaian itu,”bohong Mak Kundur.Setelah beredar,Mak Kundur memaksa Bawang Putih menunjukkan tempat buaian itu.

Mak Kundur membawa Bawang Merah bermaian buaian itu.Namun buaian itu tidak berayun dengan sendiri.Putera raja mengintainya dari sebalik pokok.Baginda menyuruh pengiringnya ke rumah Mak Kundur dan membawa Bawang Putih ke situ.Pengiringnya pun pergi tetapi mendapati Bawang Putih dikurung dan diikat.Maka dia segera membuka ikatan itu dan membawa gadis itu bertemu dengan baginda.Mak Kundur terkejut melihat kehadiran bainda dan Bawang Putih.

Bila Bawang Putih berbuai dan menyanyi,buaian itupun berayun laju.”Makcik telah berbohong kepada beta!” kata putera raja.Ketika itu barulah Mak Kundur tahu bahawa lelaki itu adalah putera raja.”Kamu ibu yang zalim.Kamu telah menyeksa Bawan Putih!” kata baginda lagi.Mak Kundur menangis dan meminta ampun kepada baginda.Bawaqng Merah pula meraung dan menanis kerana dewngkikan Bawang Putih.Bawang Putih yan baik hati meminta utera raja mengampunkan Mak Kundur dan Bawang Merah.Baginda kagum dengan sifat kemuliaan Bawang Putih.Putera raja akhirnya mengahwini Bawang Putih